Otonomi Daerah
A. Pengertian
► Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah.
Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.
1. Pengertian Otonomi Daerah Secara Etimologi
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani yang berarti auto, dannomous. Auto berarti sendiri, dan nomous berarti hukum atau peraturan. jadi, pengertian otonomi daerah adalah aturan yang mengatur daerahnya sendiri.
2. Pengertian Otonomi Daerah Menurut Definisi Para Ahli
Ada beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian otonomi daerah. Macam-macam pendapat para ahli tersebut adalah sebagai berikut...
· Menurut UU No. 32 Tahun 2004 : Pengertian otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
· Menurut Kamus Hukum dan Glosarium Otonomi Daerah : Pengertian otonomi daerah menurut kamus hukum dan glosarium otonomi daerah adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
· Menurut Encyclopedia of Social Scince : Pengertian otonomi daerah menurut Encyclopedia of social scince adalah hak sebuah organisasi sosial untuk mencukupi diri sendiri dan kebebasan aktualnya.
· Menurut Pendapat Para Ahli : Pengertian otonomi daerah menurut pendapat para ahli adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan NKRI.
a. C. J. Franseen, otonomi daerah adalah hak untuk mengatur urusan-urusan daerah dan menyesuaikan peraturan-peraturan yang sudah dibuat dengannya.
b. J. Wajong, otonomi daerah sebagai kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus daerah dengan keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri dan pemerintahan sendiri.
c. Ateng Syarifuddin, otonomi daerah sebagai kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Namun kebebasan itu terbatas karena merupakan perwujudan dari pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
d. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
· Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :Pengertian otonomi daerah menurut kamus besar bahasa indonesia adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Hakikat Otonomi Daerah
Berdasarkan pengertian-pengertian otonomi daerah tersebut dapat disimpulkan bahwa hakikat otonomi daerah adalah sebagai berikut:
· Daerah memiliki hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga pemerintahan sendiri, baik, jumlah, macam, maupun bentuk pelayanan masyarakat yang sesuai kebutuhan daerah masing-masing.
· Daerah memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, baik kewenangan mengatur maupun mengurus rumah tangga pemerintahan sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
► Desentralisasi
Secara etimologis, istilah desentralisasi berasal dari Bahasa Belanda, yaitu ‘de’ yang berarti lepas, dan ‘centerum’ yang berarti pusat. Dengan demikian, desentralisasi adalah sesuatu hal yang terlepas dari pusat.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974, desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pusat kepada daerah. Pelimpahan wewenang kepada Pemerintahan Daerah, semata- mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien.
Tujuan dari desentralisasi adalah :
Ø mencegah pemusatan keuangan
Ø sebagai usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan rakyat bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
Ø Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat local sehingga dapat lebih realistis.
Sedangkan tujuan desentralisasi menurut smith(1985) membedakan secara umum 2 tujuan utama desentralisasi yaitu “political and economic goals”lalu smith mencoba mengupas secara tujuan dari desentralisasi secara lebih rinci membedakan tujuan desentralisasi bila dilihat dari sudut pandang kepentingan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Untuk kepentingan pemerintah pusat smith menegaskan sedikitnya ada 3 tujuan desentralisai yaitu: “political education,training in political leadership,and for political stability”
Untuk kepentingan pemerintah daerah menurut smith ada 3 tujuan desentralisasi yaitu : “political equality,local accountability,and local responsiveness”
B. Alasan Memilih Desantralisasi
Proses sejarahlah yang memaksa diterapkannya sistem desentralisasi yang bertujuan untuk mengurangi sentralitas kekuasaan pada pemerintah pusat. Sejarah telah membuktikan bahwa sentralitas pemerintah pusat menyebabkan sempitnya ruang bagi rakyat untuk mengembangkan potensi yang sebenarnya bermanfaat untuk keberlangsungan disegala bidang pemerintahan maupun non pemerintahan.
Hal ini juga berkaitan dengan hakikat sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia, yaitu rakyat mempunyai kedaulatan tertinggi. Fakta sentralitas pemerintah pusat pada masa Orde Baru (Orba) terbukti telah menyalahi hakikat dari demokrasi, terlepas dari tidak jelasnya aturan demokrasi yang diterapkan di Indoneisa apakah langsung atau tidak langsung. Maka dari itu, sistem desentarlisasi ditetapkan untuk membagi kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pemerintah daerah memiliki wewenang untuk mengatur pemerintahannya sendiri sering disebut otonomi daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai dasar pelaksanaan otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan berkembangnya secara maksimal potensi yang dimiliki daerah dan mengurangi jarak antara rakyat dengan pemerintah sehingga rakyat dengan mudah menyalurkan aspiransinya.
Negara-negara yang menggunakan sistem demokrasi secara faktanya tidak lepas dari permasalahan baik yang bersifat lokal maupun non lokal. Justru fakta menunjukkan bahwa negara demokrasi mengalami permasalahan yang sangat kompleks dibandingkan dengan negara non demokrasi. Masalah yang sering terjadi berkaitan dengan kedaulatan tertinggi yang dimiliki oleh rakyat.
Selain itu juga permasalahan yang sekarang terjadi yaitu dengan keluarnya Undang-Undang terbaru mengenai Pemerintah Daerah UU No. 32 Tahun 2004 Jo UU No. 23 Tahun 2014 dengan adanya Peraturan Pemerintah pengganti UU No 23 Tahun 2014 sehingga menjadi rancu dalam peraturan mengenai Pemerintah Daerah.
C. Bentuk Desentralisasi Dalam Konteks Otonomi Daerah
Empat bentuk desentralisasi, yaitu:
• Dekonsentrasi wewenang administratif
• Delegasi kepada penguasa otorita
• Devolusi kepada pemerintah daerah
• Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta
Sentralisasi pelayanan dan pembinaan kepada rakyat tidak mungkin dilakukan dari pusat saja. Oleh karena itu, wilayah Negara dibagi atas daerah besar dan daerah kecil. Untuk keperluan tersebut, diperlukan asas dalam mengelola daerah yang meliputi :
Desentralisasi pelayanan rakyat /public. Adpun filsafat yang dianut adalah: Pemerintah Daerah ada karena ada rakyat yang harus dilayani. Desentralisasi merupakan power sharing(otonomi formal dan otonomi material). Otonomi daerah bertujuan memudahkan pelayanan kepada rakyat.
Oleh karena itu, outputnya hendaknya berupa pemenuhan bahan kebutuhan pokok rakyat-public goods-dan peraturan daerah-public regulation agar rakyat tertib dan adanya kepastian hukum. ,kebijakan desentralisasi mempunyai tujuan politis dan administrasi, tetapi tujuan utamanya adalah pealayanan kepada rakyat
D. Prinsip-Prinsip Pokok Otonomi Daerah
Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah Berdasar pada UU No.22/1999 prinsip-prinsip pelaksanaan Otonomi Daerah adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek-aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab
3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan Otonomi Terbatas.
4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan Konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
6. Kawasan khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain seperti Badan Otorita, Kawasan Pelabuan, Kawasan Pertambangan, Kawasan Kehutanan, Kawasan Perkotaan Baru, Kawasan Wisata dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan Daerah Otonom.
7. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
8. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk memelaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.
9. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia Meskipun UUD 1945 yang menjadi acuan konstitusi telah menetapkan konsep dasar tentang kebijakan otonomi kepada daerah-daerah, tetapi dalam perkembangan sejarahnya ide otonomi daerah itu mengalami berbagai perubahan bentuk kebijakan yang disebabkan oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit politik pada masanya. Apabila perkembangan otonomi daerah dianalisis sejak tahun 1945, akan terlihat bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi banyak ditentukan oleh para elit politik yang berkuasa pada saat it.
Hal itu terlihat jelas dalam aturan-aturan mengenai pemerintahan daerah sebagaimana yang terdapat dalam UU berikut ini:
1. UU No. 1 tahun 1945Kebijakan Otonomi daerah pada masa ini lebih menitikberatkan pada dekonsentrasi. Kepala daerah hanyalah kepanjangan tangan pemerintahan pusat.
2. UU No. 22 tahun 1948Mulai tahun ini Kebijakan otonomi daerah lebih menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih ada dualisme peran di kepala daerah, di satu sisi ia punya peran besar untuk daerah, tapi juga masih menjadi alat pemerintah pusat.
3. UU No. 1 tahun 1957Kebijakan otonomi daerah pada masa ini masih bersifat dualisme, di mana kepala daerah bertanggung jawab penuh pada DPRD, tetapi juga masih alat pemerintah pusat.
4. Penetapan Presiden No.6 tahun 1959Pada masa ini kebijakan otonomi daerah lebih menekankan dekonsentrasi. Melalui penpres ini kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat terutama dari kalangan pamong praja.
5. UU No. 8 tahun 1965Pada masa ini kebijakan otonomi daerah menitikberatkan pada desentralisasi dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah, sedangkan dekonsentrasi diterapkan hanya sebagai pelengkap saja
6. UU No. 5 tahun 1974 Setelah terjadinya G.30.S PKI pada dasarnya telah terjadi kevakuman dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sampai dengan dikeluarkanya UU NO. 5 tahun 1974 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Sejalan dengan kebijakan ekonomi pada awal Ode Baru, maka pada masa berlakunya UU No. 5 tahun 1974 pembangunan menjadi isu sentral dibanding dengan politik.
Pada penerapanya, terasa seolah-olah telah terjadi proses depolitisasi peran pemerintah daerah dan menggantikannya dengan peran pembangunan yang menjadi isu nasional.
7. UU No. 22 tahun 1999 Pada masa ini terjadi lagi perubahan yang menjadikan pemerintah daerah sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengedapankan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar